Setiap orang tua pasti berharap anaknya sukses, berharap
anak nya tumbuh dan berkembang seperti harapan orang tua dan kesuksesan dunia
dan akherat dengan mengharapkan bahwa kelak anak akan menjadi anak yang sholeh
/ sholehah, berguna bagi agama, nusa dan bangsanya serta membanggakan kedua
orang tuanya.
Era digital era yang luar biasa bagi pola pendidikan
generasi saat ini, pergeseran nilai dan tata cara mendidik berkmbang sangat
pesat, anak – anak lebih terbiasa beriteraksi dengan alat – alat elektronik
dari pada bermaen dengan teman sebayanya.
Tentu alat tehnologi memiliki segudang manfaat dan sisi positif,
akan tetapi ada potensi bahaya yang sangat mengancam keberlangsungan
perkembangan anak sesuai dengan usianya bahkan penanaman program bawah sadar
yang menjadi antisosial.
Anak – anak seringkali merasa baik – baik saja tanpa harus
berinteraks dengan orang lain, bahwa ketersediaan kuaota internet dan sarana
pendukungnya sudah cukup menopang kehidupannya dan atas nama modernisasi ini
orang tua seringkali dibuai dengan ego pibadi merasa bangga bila dapat
mencukupi sarana modern bagi anak sebagai pengakuan atas kemapanan.
GADGET UNTUK HAL POSITIF
Semua berawal dari hal yang berbungkus niat positif, tidak
ada prilaku apapun yang dilakukan manusia tanpa ada tujuan atau niat positif. Bahkan
seorang pencuri sekalipun ia mencuri pasti ada niat positif bagi dirinya, seperti
mencukupi kebutuhan keluarganya, atau hanya untuk menunjukkan kebanggan pada
teman – temannya utuk mendapatkan pengakuan bahwa ia adalah pencuri yang
handal.
“Akan tetapi apakah niat positif itu benar ?”
Tentu saja niat positf untuk diri sendiri belum tentu benar
kalau dipandang dari berbagai aspek nilai – nilai yang berlaku dimasyarakt,
baik nilai agama, sosial, hukum dan lain sebagainya, kkesimpulannya adalah,
bahwa manusia akan mencari alasan yang akan menjadi daya ungkit dirinya untuk
melakukan dan daya ungkit atau motivasi itulah pasti memiliki nilai positif
yang adakalanya sangat penting bagi dia tanpa meperdulika kaitan dengan orang
lain atau masa depan.
Sama seperti bagaimana mendidik anak, banyak sekali orang
tua karena minimnya pengetahuan atau karena sangkin banyaknya pengetahuan
seringkali memperlakukan anak sebagai objek bukan subjek, apapaun perkembangan
anak diharapkan sesuai dengan apa yang diinginkan orang tua.
Menariknya atas nama ego kemewahan, ego untuk diakui da ego –
ego lain yang sebenarnya semua untuk kepentingan orang tua anak menjadi sebuah
objek yang dieksplorasi orang tua untuk memuaskan apa yang diharapkan orang
tua, dan dalam kacamata modern adalah seringkali menjadi sebuah capaian yang
semu atas nama “ Anak Sukses “.
ANAK ADALAH SUBJEK BUKAN OBJEK
Lihatlah bagaimana para orang tua bangga ketika anaknya bisa
menari tarian – tarian orang dewasa, lihatlah bagaimana anak – akan bisa
menyanyikan lagu – lagu orang dewasa, bahkan anak dipaksa mulai mengenal
kedewasaan dari sajian – sajian televisi, dari permainan yang ada di gadget
nya.
Kembali kebahasan sebelumnya atas nama kemudahan belajar dan
mencari referensi materi belajar, anak dibelikan Android, Gadget yang full
dengan akses koneksi internet, bahkan beberapa orang tua sengaja mengalokasikan
anggaran kuota untuk itu, “ Apa salah ? “
Tentu tidak, tapi minimnya kontrol orang tua dan atas nama
kesibukan orang tua juga ini akan menjadi sebuah petaka yang mengancam anak
dimasa akan datang, ada masa seperti ini masa emas dimana pikiran anak masih
sangat kosong ( belum memiliki data pembanding dalam memori nya ) maka
informasi apapun yang ia lihat, dengar dan rasakan bisa jadi menjadi program
bawah sadar yang kuat yang akan mempengaruhi ia dimasa yang akan datang.
Orag tua rela mengalokasikan anggaran yang sangat banyak
untuk menjadikan anak – anak sukses sesuai dengan kerangka pikirnya, les
membaca, les calistung, les bahasa inggiris, les menari, les karate, les – les
yang lain sehingga anak benar benar hanya berperan menjadi objek yang sedang dibentuk
tanpa diberikan kesempatan untuk terlibat berproses menjadikannya diri yang
berkualitas sebagai penerus generasi selanjutnya.
Dan waspadalah... hal ini yang seringkali memicu konflik
internal mereka saat pertumbungan mulai naik antara keinginan pribadi dan
mengikuti arahan orang tua, dan seringkali anak cenderung mulai membrontak dan
menjadi rival orang tua dalam menentukan masa depan menemukan jatidirinya.
Proses pertumbuhan anti sosial dan hanya berinteraksi dengan
gadget ini yang seringkali ia mengakses informasi yang sebenarnya bukan hal
yang positif akan tetapi sudah masuk dalam program pikirannya ( inprit ) sehingga ia meyakini bahwa hal
inilah yang ia anggap sebagai tujuan yang sebenarnya.
Dan saat seperti ini orang tua baru mulai menyadari ada
sebuah proses yang dianggap tidak berhasil dan mengganggap diri “ GAGAL “ dalam
mendidik anak – anak.
HYPNOTHERAPY DIANGGAP CARA AMPUH
Tidak 100% benar bahwa metode hipnoterapi metode yang ampuh
untuk kasus yang dianggap kenakalan anak dan perubahan prilaku anak menuju hal
yang tidak baik.
Di Griya Hypnotherapy
MPC Brebes contohnya, banyak sekali kasus yang melibatkan hubungan orang
tua dan anak memanas hanya terkait dengan ego masing – masing yang sangat kuat,
dan semua sebagian besar memang diawali dari proses input data dan pola asuh
modern yang ternyata menyebabkan efek yang dianggap tidak sesuai harapan orang
tua hal ini mengingat orang tua modern saat in relatif tidak memiliki banyak
waktu luang untuk memberikan cinta, kasih sayang dan perhatian serta melihat
proses tumbuh dan kembang anak.
Maka wajar saat anak menemukan konsep kehidupannya sendiri
dengan komunitas, teman – temannya yang interaksinya hanya lewat dunia maya,
pertanyaanya “ Apa hipnoterapi mampu menangani ini ?”
Sebagai seorang hypnotherapist penulis tidak berani bilang
ini ampuh tapi kenyataanya dari sekian kasus prosentasenya bisa mencapai 80-90%
efektif selama diberikan ruang yang cukup untuk mengenal anak dan orang tua mau
belajar dan mengikuti dan merunut bagaimana pola anak terbentuk.
Akan tetapi akan menjadi sangat susah kalau orang tua masih
teguh pada egonya bahwa ia yang paing benar dan mengharap anak tetap sebagai
objek yang harus mau diubah dan dibentuk seperti yang diinginkan maka penanganan
kasus seperti ini menjadi tak mudah.
MENGHARAP ANAK JADI SHOLEH, DO’A SAJA TIDAK CUKUP
Pada saat begini orang tua sering kali berputus asa, bahwa
mendidik anak tidak mudah dan anaknya adalah anak yang dengan lebel sangat
tidak baik dari ; anak nakal, anak bandel, pembangkang, nggak berbudi, bahkan
kalimat itu rutin dikatakan dan diceritakan dalam kemasan keluhan dimedia
sosial dan ke orang banyak
Ingat !!!!, kalimat adalah rasa, dan rasa adalah do’a, yang
dalam makna sederhana penulis tulis bahwa “.... bukankan Allah Ta’la itu sesuai
prasangka hambanya ?”, maka wajar bila anak yang digadag – gadang sebagai
objek eksperimen menjadi diri anda yang lain di generasi selanjutnya akan
mengalami kegagalan karena anda menanamkannya dengan sugesti – sugesti negatif.
Padahal munculnya sugesti itu karena anda sendiri yang lupa
bagaimana proses yang telah berjalan anda abaikan mencurahkan energi yang dalam
bahasa kias penulis katakan, bagaimana anda akan membuat roti yang lezat, roti
yang enak, roti yang harum akan tetapi anda tidak sempurna menyiapkan bahan –
bahan pembuatnya, bagaimana tepunya yang tidak berkualitas, bagaimana
pengembangnya menggunakan pengembang yang instans maka... jangan harap roti
anda menjadi roti yang anda harapkan.
Itu baru dari sudut panndang bahan, bagaimana rezeki yang
anda dapatkan, pekerjaan yang anda kerjakan dan curahan cinta dan kasih sayang
cukup kah...? maka sadari anda nggak bisa dan nggak cukup hanya berdo’a bisa
menghasilkan roti yang baik, bagus, lezat dan harum sementara bahan – bahannya tidak
dierhatikan.
Jangan salahkan kalau roti tidak jadi roti tai hanya menjadi
roten, karena anda salah menaruhnya, adonan yang seharusnya anda taruh di oven,
harusnya dikukus akan tetapi ada taruhnya di penggorengan dengan minyak, ya...
roti hanya impian dan roten akan tersaji dihadapan anda.
“ kalau berharap anak
sholeh dan sholehah, sementara anda hanya berdo’a saja itu tidak cukup !!!!,
sementara ia tidak pernah dikenalkan ilmu agama, ia tak pernah dikenalkan
tauhid, jadi kalau mau anak sholeh / sholehah ya arahkan dan taruh di Ponsok
Pesantren “
Kalau pondok pesantren adalah oven yang akan menjadikan roti
lezat dan harum, maka jangan terlalu berharap banyak akan hadir dan tersaji
roti kalau tidak dimasukan dalam oven, bisa jadi akan muncul roten, bolang
baling, onde – onde atau malah donat, maka nikmati....
Penulis mengajak anda bijak menyikapi anak dan mulai
melibatkannya menjadi subjek buka objek semata, bukan memerintah tapi mengajak
dan mengarahkan ia menggapai aya yang seharusnya dicapai sesuai harapan orang
tua
Aziz Amin |
Kompasianer Brebes
Trainer & Hypotherapist MPC School of ypnotism
WA : 085742201850
0 Komentar